KEBANGKITAN NASIONAL (SEBUAH REFLEKSI) | 23 Mei 2011


Kategori: Universitas IBA

Sejarah telah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia ini tidak lepas dari perjuangan kaum pemuda. Begitu banyak para pemuda dan tokoh-tokoh nasional ingin mempertahankan negara Indonesia dari jajahan bangsa asing. Mereka bersatu, berjuang untuk melawan penjajahan. Bagi mereka kemerdekaan adalah harga mati dan itu harus diperjuangkan. Ini membuktikan bahwa pemuda waktu itu mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi, rasa cinta tanah air yang begitu mendalam, walaupun nyawa taruhannya. Mereka bersama-sama mengusung satu kata yakni merdeka.

Memang kalau dipikir secara logika para pejuang kita dahulu tidak mungkin menang menghadapi penjajah, karena penjajah pada waktu itu mempunyai peralatan yang canggih. Senjata yang begitu banyak, meriam dan pesawat yang siap tempur dibandingkan rakyat Indonesia yang hanya mempunyai bambu runcing dan sebilah pisau, panah dan perang. Tapi bagi mereka itu tidak menjadi kendala, dan alasan, apapun canggihnya senjata yang dimiliki penjajah mereka tidak gentar, mereka tetap melawan. Rasa nasionalisme yang tinggi inilah menyadarkan mereka betapa pentingnya kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan. Alhasil berkat rahmat Tuhan yang Maha Esa para pemuda, tokoh-tokoh nasional dan seluruh rakyat Indonesia berhasil memenangkan kemerdekaan itu dan mampu mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

Kalau kita renungkan betapa besarnya cita-cita para pejuang dahulu untuk membentuk negara bangsa yang adil dan makmur, bebas dari penjajahan. Baik penjajahan secara pisik maupun secara ekonomi. Kita ingat ketika dibentuknya sebuah organisasi Budi Oetomo 20 Mei 1908. Dr. Wahidin Sudirohusodo bangkit mengangkat kehormatan dengan memberikan pengajaran bersama dengan Soetomo, seorang mahasiswa sekolah dokter Jawa (Stovia School Tot Opleding van Indishe Arsten. Keduanya dikenal membentuk Budi Utomo (BU) di Jakarta pada 20 Mei 1908. Tujuan dari organisasi ini tidak lain adalah ingin menjadikan negara ini negara yang bebas dari belenggu penjajahan. Mereka sadar pada waktu itu dimana rakyat Indonesia mengalami penindasan, ketimpangan ekonomi dan tindakan semena-mena. Inilah yang melatar belakangi mereka untuk membuat organsasi grass root untuk mengusir dan melawan penjajah. Sehingga tanggal 20 Mei di jadikan hari Kebangkitan Nasional.

Sudah satu abad lebih kita bangkit dari penjajahan dan keterpurukan ekonomi. Tapi persoalannya hari ini apakah kita benar-benar bangkit ? Jawabannya belum. Pemerintah hari ini belum melakukan perubahan secara substansi. Kita belum bangkit dari ekonomi, hutang kita terhadap IMF masih banyak, belum lagi kemiskinan yang katanya berkurang tapi realitasnya orang miskin dan tidak mampu masih banyak. Kemudian ditambah lagi dengan pengangguran sarjana yang begitu banyak, pendidikan yang tidak merata, budaya yang tidak partisipatorik, hukum yang tidak adil, penciptaan lapangan kerja masih minim dan masih banyak lagi problem yang belum diselesaikan oleh pemerintah kita. Belum lagi ditambah kepentingan-kepentingan politik yang hanya mementingkan segelintir orang saja. Lalu apanya yang bangkit ?. Melihat kenyataan seperti ini kita malu sebagai negara bangsa yang menganut sistem demokrasi tapi masih banyak ketimpangan-ketimpangan sosial. Kita malu terhadap negara tetangga kita, Singapura, Malaysia yang notabennya kita lebih dulu merdeka. Rezim SBY-Budiono belum mampu mengatasi problem rakyat Indonesia yang hari ini mereka menginginkan sebuah perubahan yang lebih baik.

Maka dari itu tidak ada pilihan lain kecuali negara harus bertanggung jawab dan bangkit untuk melaksanakan perubahan-perubahan sehingga kita benar-benar bangkit dari keterpurukan, bangkit dari korupsi, bangkit dari ekonomi yang tidak memihak kepentingan rakyat, dan hukum yang berkeadilan. Dan juga Sepatutnya kita mengucapkan terima kasih kepada para pejuang dulu yang telah memberikan sumbangsih terhadap negeri ini sehingga kita mejadi negara yang merdeka. (Zainuri M.Pd.I, Staf Pengajar Universitas IBA Palembang)
tags:
Shared publicly - 24/05/2011 03:12